Posts

Showing posts from April, 2013

SEJARAH MADIUN

Sejarah Madiun Sejarah Kota Madiun Dipelajari dari sisa-sisa peninggalan sejarah, baik berupa barang-barang dan lembaga ataupun adat istiadat, maka terdapatnya desa-desa bekas perdikan (yang kini sudah dijadikan Desa biasa/Kelurahan), ternyata erat hubungannya dengan peristiwa-peristiwa kepahlawanan pada abad-abad ke XVII dan XVIII. Pada Abad ke XVII Daerah Sawo (Ponorogo) bagian dari kekuasaan kerajaan Yogyakarta ( oleh Yogya dikenal sebagai kukuban ing sak wetane Gunung Lawu ) ada usaha untuk memisahkan diri (mbalelo) dari induknya ialah kerajaan Yogyakarta, kemudian oleh Sultan Yogyakarta pada waktu itu dikirmkan penumpas pemberontakan yang dipimpim oleh Ronggo. Setelah berhasil menumpas pemberontakan tersebut, maka untuk pusat pemerintahan pada saat itu dipilihlah "KUTO MIRING" terletak di Desa Demangan Kecamatan Taman Kotamadya Madiun, untuk didirikan Kabupaten setelah dirintis pembangunannya kemudian digeser ke utara lagi yaitu ditengah Kotamadya Madiun sekarang di Ko...

Madumongso Kepung Alun-Alun Madiun

MADIUN, KOMPAS.com Alun-alun Kota Madiun, Jawa Timur, Sabtu (31/12/2011) pagi dikepung oleh jajanan tradisional madumongso. Jajanan sepanjang 1,7 kilometer itu dipegangi oleh sekitar 1.660 ibu-ibu penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga yang berdiri mengitari alun-alun. Ketua Tim PKK Kota Madiun Lies Bambang Irianto mengatakan dihabiskan lebih dari 1 ton ketan untuk pembuatan madumongso itu dan melibatkan sejumlah industri rumah tangga di Kota Madiun. "Adapun kegiatan ini bertujuan mempromosikan makanan tradisional madumongso yang selama ini kurang dikenal masyarakat, utamanya mereka yang berkunjung ke Madiun," ujarnya. Madumongso sepanjang 1,7 km ini memecahkan rekor sebagai yang terpanjang mengalahkan rekor sebelumnya yang dicapai oleh Kabupaten Banjarmasin yang berhasil membuat madumongso sepanjang 1,342 km.

LEGENDA REOG PONOROGO

Image
LEGENDA REOG PONOROGO Cerita asal mula Reog Ponorogo terjadi pada masa Kerajaan Kediri. Pada saat itu beliau sedang pusing memikirkan putrinya, Dewi Sanggalangit yang selalu menolak pinangan para pangeran dan para raja dari berbagai kerajaan. Beliau cemas sikap putrinya itu akhirnya akan mendatangkan amarah para raja muda dan kemudian mengobarkan perang di Kerajaan Kediri. "Anakku, yang harus kamu pikirkan juga adalah nasib rakyat Kediri. Jika engkau tidak segera menjatuhkan pilihan pada seorang pangeran atau raja, mereka bisa mendatangkan malapetaka bagi Kediri, "kata beliau mengingatkan putrinya. Akhirnya demi menyelamatkan Kerajaan Kediri dari amukan para pangeran atau para raja yang mungkin kecewa dengan sikap Dewi Sanggalangit, Putri Kediri itu pun mengajukan Persyaratan. "Calon suami hamba harus dapat menghadirkan sebuah pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagai pengiring temanten harus naik barisan kuda kembar seratus empat puluh ekor, dan terakhir har...